You are here: Home > > Celoteh Gus Dur di Alam Barzah

Celoteh Gus Dur di Alam Barzah

Judul : Ngobrol dengan Gus Dur dari Alam Kubur
Penulis : Argawi Kandito
Penerbit : Pustaka Pesantren
Tahun : I, Agustus 2010
Tebal : xxvi + 178 halaman
Harga : Rp. 30.000,-

Sosok KH. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur memang ‘gak ada matinya’. Tokoh yang memiliki nama kecil Abdurrahman Ad-Dakhil ini tak akan pernah selesai untuk diperbincangakan. Pemikiran, statement, dan gerak geriknya senantiasa orisinil sehingga merefresh wacana yang ada sebelumnya. Beliau adalah pemikir ulung yang tak gentar dicerca dan dikritik saat melontarkan pendapat yang berbau suprarasional dan kontroversial. Pemikirannya yang futuristik dan terkadang sulit dicerna, acapkali menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Sampai-sampai pasca meninggalnya beliau, ternyata kehebohan malah semakin menjadi-jadi.
Merupakan sesuatu yang fenomenal mengingat kumpulan dialog yang tidak biasa antara orang biasa dengan tokoh yang luar biasa. Penulisnya, Argawi Kandito adalah seorang pemuda ‘kemarin sore’ yang dianugerahi kemampuan berinteraksi dengan para pendahulunya di alam kubur. Penulis sekaligus paranormal yang dijuluki Syaikh Pandrik ini mampu mengemas kumpulan dialog ini dalam bentuk buku yang fenomenal, sensasional, sekaligus kontroversial.
Buku terbitan Pustaka Pesantren ini menceritakan tentang perjalanan seorang Gus Dur dalam beradaptasi di alam kubur. Buku ini menyajikan dialog tentang pemikiran Gus Dur yang belum terungkap semasa hidupnya, rahasia Gus Dur dalam bertholabul ilmi, dan ‘tour’ alam kuburnya. Selain itu, dalam buku ini terdapat dialog tentang peristiwa yang baru terjadi pasca meninggalnya ‘Sang Maestro’.
Dikisahkan pertemuan beliau dengan auliya’, ulama’ dan tokoh-tokoh jaman dahulu bahkan Bung Karno dan Pak Harto, pembelaan beliau tentang kepresidenannya, proses kematiannya, tahlil, manaqib, pembakaran gereja di Malaysia hingga rencana kedatangan Obama ke Indonesia. Dalam buku ini, Gus Dur menuturkan proses kematiannya (hal. 145). Sebelum meninggal, beliau mendapat beberapa firasat. Diantaranya, didatangi oleh Hadlaratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, kakek beliau. Sang Eyang mengaku kangen dan meminta agar Gus Dur menengoknya di Jombang. Kejadian yang berasal dari mimpi itu terjadi sebelum beliau berziarah ke Jombang. Beliau juga menuturkan, saat proses pencabutan nyawa beliau ditemani oleh Mbah Hasyim, Mbah Mutamakin, dan malaikat Izrail tentunya.
Tak dapat dipungkiri, buku ketiga karya Syaikh Pandrik ini berhasil mengundang simpati dan kontroversi. Gaya bahasa Gus Dur sama sekali tidak berubah dari gaya bicaranya sewaktu masih hidup. Sehingga, kecenderungan mempercayai buku ini cukup tinggi dikarenakan tak sembarang orang mampu meniru gaya bicara, gaya bahasa, dan gaya jawab Gus Dur apalagi mengingat penulisnya yang masih hijau dari segi umur dan pengalaman. Buku ini mampu menjawab berbagai uneg-uneg Gus Dur baik semasa hidup maupun setelah meninggal. Selain itu, terdapat berbagai wasiat-wasiat Gus Dur bagi generasi penerus bangsa ini terutama generasi NU.
Namun, buku ini cenderung fasiq. Sebuah dialog alam kubur meskipun berupa kebenaran tetaplah menjadi suatu hal yang tabu untuk disebarluaskan. Sesuatu yang kurang proporsional mengingat orang hidup tak perlu ikut campur masalah orang mati kecuali via do’a ampunan baginya. Selain itu, menurut Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, orang yang masih hidup tidak dapat bertemu orang yang sudah meninggal kecuali jin yang menyerupai dirinya.
Oleh karena itu, diperlukan adanya rasa mawas diri untuk selalu menjadi pribadi yang al-muhafadhotu ‘ala al-qadimi ash-shalihi wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlahi.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
publisher: 7 templates